Rabu, 27 Maret 2013

Sumber Mata Air dari Sungai di Surga

          Ketika Malaikat Jibril turun dengan membawa Firman Allah, QS Muhammad ayat 15, yakni : Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, (apakah mereka itu) sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?
            Setelah mendengar dan memahami wahyu Allah tersebut, Nabi SAW berkata, “Wahai Jibril, darimanakah datangnya (yakni hulu dari) aliran sungai-sungai itu, dan ke manakah (yakni hilir) ia mengalir??”
            Jibril berkata, “Ia datang dan mengalir ke telaga al Kautsar, tetapi aku sendiri tidak tahu dari mana sumber mata airnya. Kalau engkau menghendaki, tanyakanlah kepada Allah, pastilah Dia akan memberitahu dan menunjukkannya kepadamu!!”
            Nabi SAW berdoa seperti yang disarankan Jibril, tidak lama berselang, datang malaikat lainnya dan berkata, “Wahai Muhammad, Allah mengirim salam kepadamu, dan memerintahkan agar engkau memejamkan matamu!!”
            Beliau memejamkan mata seperti diperintahkan, dan malaikat itu berkata lagi, “Sekarang bukalah matamu!!”
            Nabi SAW membuka mata, dan beliau telah berada di suatu tempat, yang tentunya di alam malakut, tengah berdiri di dekat sebuah pohon, yang di sana terdapat kubbah dari mutiara yang berwarna putih bersih. Pada kubbah tersebut terdapat pintu dari yaqut berwarna hijau, dan kuncinya dari emas merah. Begitu besarnya kubbah tersebut, hingga apabila dunia dan seluruh isinya dikumpulkan dan diletakkan di atas kubah tersebut, layaknya seekor burung yang sedang hinggap, atau sebutir telur yang ditaruh di atas gunung.
            Nabi SAW melihat ada empat aliran sungai yang mengalir di bawah kubah tersebut, seperti gambaran sungai yang difirmankan Allah pada QS Muhammad ayat 15. Tampaknya beliau cukup puas dengan pemandangan yang telah menjawab keingin-tahuan beliau, dan bermaksud untuk kembali. Tetapi malaikat yang mendampingi beliau berkata, “Mengapa engkau tidak masuk ke dalam kubbah tersebut??”
            Beliau berkata, “Bagaimana aku bisa masuk, sedang pintunya dalam keadaan terkunci!!”
            Malaikat itu berkata, “Kuncinya ada padamu!!”
            Nabi SAW berkata, “Di manakah (atau apakah) kuncinya itu??”
            Sang malaikat berkata, “Bismillaahir rahmaanir rahiim!!”
            Nabi SAW membaca kalimat basmalah tersebut, dan seketika kunci atau gembok dari emas merah itu berputar, dan pintu dari yaqut hijau itu terbuka. Nabi SAW masuk ke dalam kubbah, dan beliau melihat sungai itu mengalir dari sudut-sudutnya. Hal itu tampaknya telah cukup bagi Nabi SAW, dan beliau bermaksud keluar, tetapi malaikat itu berkata, “Apakah engkau telah melihat??”
            Beliau berkata, “Ya, aku sudah melihat!!”
            Sang Malaikat berkata, “Pandanglah untuk ke dua kalinya dengan seksama!!”
            Nabi SAW kembali memandang sudut-sudut kubah itu, dan ternyata terdapat tulisan kalimat basmalah yang cukup besar, yang meliputi keempat sudutnya. Dari huruf ‘mim’ pada kata ‘Bismillah’, keluarlah mata air dari sungai air yang jernih. Dari huruf ‘ha’ pada kata ‘Allah’, keluarlah mata air dari sungai susu yang sangat putihnya. Dari huruf ‘mim’ pada kata ‘Ar-Rahmaan’, keluarlah mata air dari sungai arak. Dan dari huruf ‘mim’ pada kata ‘Ar-Rahiim’, keluarlah mata air dari sungai madu.
            Nabi SAW berkata sendiri, “Inilah dia sungai-sungai dari mata air Basmalah!!”
            Tiba-tiba terdengar Allah SWT berfirman, “Wahai Muhammad, barang siapa dari umatmu yang berdzikir dengan Asma-asma-Ku ini (yakni, Allah, Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim), maka Aku akan memberinya minuman dari sungai-sungai ini!!”

Note:dn639

Zakat yang Mengundang Hidayah

          Suatu ketika Nabi SAW bersabda kepada para sahabat yang tengah berkumpul, “Jagalah harta bendamu dengan (membayar) zakat, obatilah penyakitmu dengan shadaqah, dan hadapilah musibah (bencana) dengan doa dan tawadhu’ (merendahkan diri kepada Allah)!!”
            Ternyata tidak jauh dari para sahabat yang tengah berkumpul itu ada seorang Nashrani yang juga mendengarnya, dan sabda beliau tersebut sangat berkesan di hatinya. Saat itu ia tengah mengirim suatu kafilah dagang ke Mesir, yang dijalankan dan dipimpin oleh salah seorang mitra usahanya. Ia menyadari bahwa perjalanan melewati padang pasir yang luas terkadang menghadapi bahaya para perompak, atau sekelompok orang badui yang suka menjarah barang perniagaan. Karena itu ia ingin ‘mempraktekkan’ apa yang disampaikan Nabi SAW untuk keamanan harta perniagaannya.
            Ketika sampai di rumah, ia mengeluarkan sebagian harta bendanya dan memberikan kepada fakir miskin yang berada di sekitarnya. Tentunya tidak seperti perhitungan zakat yang seharusnya, hanya saja ia meniatkan sebagai zakat untuk “mengamankan” kafilah dagangnya. Ia berkata dalam hatinya, “Jika Muhammad benar dengan apa yang dikatakannya, maka aku akan masuk Islam dan beriman kepadanya. Tetapi jika perkataannya dusta dan tidak terbukti, maka aku akan mendatanginya dan membunuhnya!!”
            Sabda Nabi SAW tersebut tentunya tidak harus selalu ditafsirkan secara literal begitu saja, harusnya lebih diutamakan dengan orientasi keselamatan hidup di akhirat. Dengan mengeluarkan zakat atas harta yang telah memenuhi nisab dan haul-nya, mengeluarkan shadaqah serta menghadapi musibah dengan doa dan bersikap tawadhu’, sudah pasti kita akan memperoleh pahala dan kemanfaatan yang amat besar pada Yaumul Ba’ats (hari kebangkitan setelah kiamat) kelak.  
            Setelah beberapa hari berlalu, dan telah tiba waktu yang diperkirakan mitranya sampai kembali di Madinah, ia mendengar kabar kalau ada perompakan yang menimpa suatu kafilah dagang. Sang Nashrani itu jadi khawatir, ia hampir yakin kalau kafilah dagangnya yang menjadi korban, dan itu berarti sabda Nabi SAW tidak benar. Maka ia segera menghunus pedangnya, bersiap mendatangi dan membunuh beliau.
            Tetapi belum jauh meninggalkan rumahnya, tampak serombongan unta mendatanginya dan ternyata adalah kafilah dagang miliknya. Melihatnya keluar dengan pedang terhunus, mitra usahanya itu berkata, “Janganlah engkau khawatir, ketika terjadi pencegatan dan perompakan terhadap sekelompok pedagang, aku berada agak jauh di belakang, sehingga harta benda kita aman dan terjaga semuanya!!”
            Sang Nashrani berkata, “Benar apa yang dikatakan Muhammad, ia benar-benar seorang Nabi yang diutus!!”
            Ia tetap melanjutkan langkahnya kepada Nabi SAW tetapi dengan pedang disarungkan. Setelah berada di hadapan beliau, ia menceritakan apa yang dialaminya dan berba’iat memeluk Islam. Dengan senang hari Nabi SAW menerimanya dan beliau mendoakannya dengan kebaikan.

Note:dn269